Dalam hadis disebutkan bahwa shalat yang paling utama sesudah shalat fardu adalah shalat malam (qiyamul lail). Suatu ketika Rasulullah saw., ditanya, “Shalat apa yang lebih utama sesudah shalat fardu?” Nabi Saw. menjawab singkat, “Shalat di tengah malam.” (HR. Muslim).
Tengah malam adalah waktu terbaik untuk bermunajat kepada Allah. Malam hari selalu dipenuhi dengan keindahan alam yang bertabur bintang. Suasana alam yang indah, gelap, dan hening akan memantik pencerahan dalam batin kita sehingga kecintaan pada Sang Pencipta alam raya, Allah Swt., menguat.
Dengan modal kecintaan yang kuat itulah diri kita bergantung kepada kekuasaan-Nya yang tanpa batas. Kita serahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah. Dengan begitu, hati kita akan kuat menghadapi berbagai cobaan hidup yang kadang kita anggap sebagai sebuah musibah.
Ketika kegagalan menghampiri, semangat untuk bangkit terus muncul karena kita memahami rahasia di balik kegagalan itu. Pokoknya, kita tidak akan memberikan ruang di jiwa bagi mental terpuruk (mental block). Kesedihan akibat gagal mewujudkan keinginan akan kita pahami sebagai pijakan awal untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan.
Dampak hebat dari ibadah yang merupakan rukun Islam kedua ini diberikan pada umat Nabi Muhammad Saw., sebagai kado berharga untuk kebahagiaan hidup. Ya, kado hidup yang kita terima dari Allah itu ialah ibadah shalat.
Oleh karena itu, bergembiralah karena kita tidak hanya shalat tujuh belas rakaat per hari (shalat wajib), tetapi Ada sekitar 23 rakaat yang dianjurkan. Bayangkan kalau kita hanya boleh melakukan shalat lima kali sehari semalam. Ketika jiwa gelisah karena ada harapan, keinginan, dan kebutuhan hidup yang tidak terwujud, kita akan kehilangan kekuatan penggerak hidup (semangat).
Ingat, Allah Mahakuasa, Maha Penolong, dan Maha Pelindung. Jadi, ketika segala keinginan kita tidak terwujud, jangan lantas bersedih hati dan larut dalam keputusasaan. Sampaikan dan adukan segala keluh kesah kita kepada-Nya. Insya Allah, Dia akan memberikan ketenangan batin yang langgeng.
Dalam Al-Qur’an dijelaskan, “Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan kesabaran dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).
Ayat di atas bermakna bahwa ketika masalah hidup menimpa, seorang mukmin hendaknya memohon pertolongan pada Allah Swt., melalui kesabaran dan shalat. Kita harus yakin bahwa Allah akan mengabulkan permohonan serta memberikan pertolongan dan perlindungan karena Dia dekat dengan hamba-Nya dan Maha Mendengar setiap rintihan kesedihan seorang hamba.
Perasaan gundah gulana, khawatir, takut, dan cemas sebetulnya merupakan tanda bahwa kita manusia normal yang serba terbatas. Oleh karena itu, segala ikhtiar tetap harus menyertakan kekuasaan Allah. Hal ini sebagaimana yang dipesankan dalam pepatah “manusia wajib berusaha, tetapi yang menentukannya adalah Allah”.
Tidak jarang kita frustrasi, stres, kalut, dan putus asa jika usaha yang kita lakukan belum membuahkan hasil. Ini karena kita kadang khilaf dan hanya berupaya tanpa menyertakan Allah. Kita pun kadang dihinggapi rasa sombong. Pemahaman inilah yang patut dikoreksi dan diperbaiki. Sepandai-pandainya manusia, ia memiliki keterbatasan. Daya nalar, tenaga, dan kemampuannya serba terbatas karena manusia tidak mengetahui perkara yang gaib.